My Blog List

Friday, March 4, 2011

Cerita Tentang Dua Orang Bersaudara

Pencerahan dan Kegelapan Batin 

Pada zaman dahulu ada seorang laki-laki kaya yang mempunyai dua orang putra yang sama kaya dan cerdasnya. Mereka dilahirkan di keluarga yang sama-sama kaya dan tumbuh dalam lingkungan yang sama-sama kaya. Pada suatu hari, sang adik berkeinginan mendapatkan pengalaman hidup yang berbeda, maka dia mengatakan kepada ayahnya bahwa dia ingin berkelana keluar untuk mendapatkan pengalaman hidup yang baru.

Di dunia luar, dia menghadapi banyak keadaan sulit dan menjalankan hidup yang sangat berat, namun dia juga belajar banyak kebenaran. Oleh karena itu, dia menjadi lebih cerdas, lebih bijak, dan lebih dapat diandalkan. Dia mengetahui cara menangani banyak situasi yang berbeda dan menemukan potensi diri. Sebelumnya, dia tidak menyadari kemampuan-kemampuan di dalam dirinya karena dia hidup di dalam sebuah keluarga kaya dan dilayani oleh banyak pelayan, pekerja, dan pembantu, dalam segala hal. Dia bisa mendapatkan apa saja yang dia inginkan tanpa perlu mengangkat sebuah jari. Oleh karena itu, dia tidak tahu kemampuan seperti apa yang dia miliki. Hanya setelah dia berkelana keluar untuk mendapatkan pengalaman hidup, barulah dia menemukan bahwa dia memiliki begitu banyak kemampuan dan bakat yang hebat. Dia menjadi semakin bahagia, semakin menyadari bahwa dia memiliki kekuatan yang demikian dahsyat.
Namun, sebelum menyadari kebenaran ini, dia mengalami banyak kesulitan. Akhirnya, situasi paling menyedihkan menimpa dirinya: dia sakit parah, tidak memiliki uang satu sen pun, tiada seorang pun yang merawatnya, tidak memiliki rumah, tidak punya apa-apa, dan diperlakukan dengan buruk. Di saat seperti itu, dia sungguh merindukan rumahnya. Dia berpikir: “Saya tidak dapat terus-menerus seperti ini, saya harus pulang. Saya dapat hidup dengan nyaman di rumah, jadi mengapa saya harus pergi keluar dan hidup seperti seorang pengemis?” Saat itu, dia ingin sekali pulang dan menghubungi keluarganya. Akhirnya, ketika dia tiba di rumah, ayahnya gembira luar biasa dan menyambutnya dengan hangat. Dia segera memberikan anaknya pakaian terbaik, makanan dan hadiah-hadiah yang terbaik. Sebuah perjamuan besar diadakan untuk menyambut dia pulang ke rumah.
Pada saat itu, putra yang lebih tua bertanya kepada ayahnya: “Bagaimana dengan saya? Ayah tidak pernah mengadakan perjamuan atau memberikan sesuatu yang istimewa kepada saya! Mengapa? Selama ini saya selalu setia kepada ayah dan saya tidak pernah meninggalkan ayah! Saya menemani ayah setiap hari dan berada di dekat ayah, namun ayah tidak pernah memberikan apa pun kepada saya.” Ayahnya kemudian berkata kepadanya: “Semua yang saya miliki ini adalah milik kalian bersaudara.”
Kini, keadaan kedua bersaudara sama persis seperti sebelumnya. Sang adik tidak kehilangan apa pun; dia tetap kaya seperti sebelumnya. Namun, dia memperoleh sesuatu yang tidak diperoleh sang kakak. Apakah kalian dapat menebak apa itu? Dia memperoleh lebih banyak pengalaman hidup, lebih banyak kecerdasan, lebih banyak kebijaksanaan, lebih banyak kemampuan, dan lebih banyak kesadaran jati diri. Dia memahami dirinya lebih baik daripada sebelumnya. Benarkah begitu?
Sebaliknya, sang kakak seperti anak manja. Dia menikmati kehidupan yang nyaman, tetapi hanya itu saja yang dimilikinya; tidak ada sesuatu yang benar-benar berguna. Dia memiliki kekayaan yang sama seperti adiknya, tetapi tanpa kebijaksanaan. Kini adiknya mengerti banyak hal, menyadari dan memahami dirinya dengan lebih baik, dan menjadi lebih mandiri. Sementara sang kakak tidak memiliki satu pun hal-hal itu.
Memang benar seorang Buddha pada mulanya adalah seorang Buddha, tetapi kita baru dapat menyadari hal itu setelah kita menjalankan kehidupan sebagai seorang makhluk. Jika tidak, kita tidak mengetahui bahwa kita adalah seorang Buddha. Tanpa menjalankan kehidupan sebagai seorang makhluk, walaupun kita masih seorang Buddha, kita tidaklah berguna. Oleh karena itu, kita harus datang ke dunia ini untuk belajar, belajar bagaimana menjadi seorang manusia, bagaimana mengatasi situasi yang sulit dan menyakitkan, dan akhirnya memahami apa itu “kebahagiaan”. Kita harus mempelajari situasi “tidak kekal” untuk menyadari apa itu “keabadian”. Kita harus mempelajari “kebodohan” dari dunia ini sebelum kita memahami apa itu “kebijaksanaan".
Sebelum kalian menyelesaikan pelajaran, meskipun kalian masih seorang Buddha, akan tetapi kalian adalah seorang "Buddha gelap batin". Perlahan-lahan kalian akan menjadi seorang "Buddha tercerahkan", seorang Buddha sejati, sama persis seperti diri kita yang semula. Pada awalnya kita sudah memiliki segalanya; kita tidak perlu menunggu sampai kita tercerahkan untuk memilikinya. Hanya saja kita belum menyadari apa yang kita miliki.
Tidak ada bedanya antara sebelum dan sesudah pencerahan. Setelah pencerahan kita masih memiliki kekuatan yang sama seperti sebelum pencerahan, kecuali sebelumnya kita tidak mengetahuinya. Sekarang kalian mengerti. Itulah sebabnya Buddha Sakyamuni mengatakan: "Kesulitan adalah Kebijaksanaan," dan "Makhluk hidup adalah Buddha." Dia tidak berbohong. Hari ini saya menjelaskan kepada kalian maksud Dia: Mengapa Buddha adalah makhluk hidup, dan mengapa Buddha harus datang ke dunia ini untuk menjadi makhluk hidup dan memikul banyak penderitaan?
Faktanya adalah, penderitaan bukanlah benar-benar penderitaan; kita hanya sedang belajar, persis seperti belajar di sekolah. Baik kita pergi ke sekolah dasar, sekolah menengah, atau universitas, semuanya memberi tantangan. Namun, setelah kita mempelajari berbagai mata pelajaran, kita akan menjadi lebih pandai. Setelah dewasa, kita akan memperoleh tempat kita sendiri dan menjadi mandiri. Oleh karena itu, kita harus belajar. Kalau tidak, kita tidak akan menyadari kemampuan apa yang kita miliki.
Jika semua makhluk hidup mempunyai Sifat Kebuddhaan dan sejak semula adalah Buddha, lalu kenapa orang-orang mengatakan wanita tidak dapat mencapai Kebuddhaan? Ini tidak masuk akal! Mencapai Kebuddhaan adalah mencapai Kebuddhaan, tidak ada bedanya. Itulah sebabnya saya berulang kali mengatakan kepada kalian bahwa baik jalur klenik maupun jalur ortodoks adalah jalur rohani, dan makhluk yang baik dan yang buruk adalah Buddha. Tidak ada yang baik, ataupun buruk. Tetapi, itu dari sudut pandang tingkat tertinggi. Sebelum kita mencapai tingkatan itu, kita masih harus belajar dan kita masih perlu melakukan perbuatan baik. Kita tidak dapat berkata: "Karena baik maupun buruk adalah sama, kita tidak perlu belajar. Karena saya sudah merupakan seorang Buddha, saya tidak perlu berlatih." Kita tidak boleh mempunyai gagasan seperti ini!
Memang benar semulanya kita adalah Buddha, tetapi kita masih perlu berlatih rohani karena kita belum benar-benar menyadari bahwa kita adalah Buddha. Ketika saya mengatakan kepada kalian tentang semua ini, kalian percaya, karena kalian mempercayai saya. Namun, kalian masih belum benar-benar memahami hal ini untuk diri kalian sendiri, jadi kalian harus berlatih rohani. Kalau tidak, kalian akan mengalami banyak penderitaan. Sebelum mengenal diri kita sendiri, kita merasa sangat sakit hati jika orang mencela diri kita, betapa pun entengnya; kita membenci siapa pun yang membenci kita karena kita masih belum menyadari bahwa semua makhluk hidup adalah Buddha. Kita masih belum mencapai tingkatan di mana kita memperlakukan semua makhluk sama baiknya dan tanpa diskriminasi. Itulah sebabnya kita sebaiknya mengikuti latihan rohani sampai hati kita menjadi tenang, dan sampai kita melihat semua makhluk hidup sebagai diri kita sendiri. Pada saat itu, kita dapat mengatakan bahwa kita sudah benar-benar menyadari diri kita sendiri. 







No comments:

Post a Comment